BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Di
dekat kota besar masih ada perkampungan yang masih alami sekali. mereka tidak
mengenal listrik, MCK berada di luar, hidup penuh kesederhanaan dan gotong
royong yang sangat tinggi. Kampung naga yang berada di daerah Tasik Malaya
merupakan sebuah perkampungan yang mayoritas beragama Islam dan berasal asli
sunda. Jumlah penduduk tidak boleh melebihi area yang sudah ada, oleh karena
itu mereka menggunakan sistem kb sendiri dengan meminum ramuan tradisional.
1.2.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1.2.1. Memahami
dan mengetahui tentang masyarakat Kampung Naga,
1.2.2. Mengidentifikasi
tata cara hidup masyarakat Kampung Naga.
1.3.
Rumusan Masalah
1.3.1. Bagaimanakah
asal-usul terbentuknya Kampung Naga ?
1.3.2. Apa
saja adat istiadat, kebudayaan dan keunikan dari masyarakat Kampung Naga ?
1.3.3. Bagaimanakah
tata letak / lokasi Kampung Naga ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi / Pengertian Masyarakat
Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat
dari beberapa ahli sosiologi dunia.
v Koentjaraningrat
Masyarakat adalah kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
v Selo Soemardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang
hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
v Paul B. Horton & C. Hunt
Masyarakat merupakan kumpulan
manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama,
tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan
sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.
v J.L Gillin dan J.P Gillin
Masyarakat adalah kelompok manusia
yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan
yang sama.
2.2. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan
masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa
segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi
segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi,
kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh
pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat
pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
2.3. Pengertian Sejarah
Sejarah
adalah Riwayat masa lampau yang benar terjadi.
v Sejarah
Menurut "Bapak Sejarah" Herodotus,
Sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan suatu
perputaran jatuh bangunnya seseorang tokoh, masyarakat dan peradaban.
v Sejarah
Menurut Aristotle,
Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian
sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut
beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai
catatan, rekod rekod atau bukti bukti yang konkrit..
v Sejarah
Menurut R. G. Collingwood,
Sejarah ialah sebuah bentuk penyelidikan tentang hal-hal
yang telah dilakukan oleh manusia pada masa lampau.
v Sejarah
Menurut Drs. Sidi Gazalba
Sejarah
sebagai masa lalu manusia dan seputarnya yang disusun secara ilmiah dan lengkap
meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi
pengertian dan kefahaman tentang apa yang berlaku.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1. Sejarah Asal-Usul Kampung Naga
Sejarah/asal usul Kampung Naga
menurut salah satu versi nya bermula pada masa kewalian Syeh Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dengan, seorang abdinya yang bernama
Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian
ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat
Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat
atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat
petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung
Naga.
Nenek moyang Kampung Naga yang
paling berpengaruh dan berperan bagi masyarakat Kampung Naga "Sa
Naga" yaitu Eyang Singaparana atau Sembah Dalem Singaparana yang disebut
lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga. Makam
ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu
diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.
Namun kapan Eyang Singaparana
meninggal, tidak diperoleh data yang pasti bahkan tidak seorang pun warga
Kampung Naga yang mengetahuinya. Menurut kepercayaan yang mereka warisi secara
turun temurun, nenek moyang masyarakat Kampung Naga tidak meninggal dunia
melainkan raib tanpa meninggalkan jasad. Dan di tempat itulah masyarakat
Kampung Naga menganggapnya sebagai makam, dengan memberikan tanda atau petunjuk
kepada keturunan Masyarakat Kampung Naga.
Ada sejumlah nama para leluhur
masyarakat Kampung Naga yang dihormati seperti: Pangeran Kudratullah,
dimakamkan di Gadog Kabupaten Garut, seorang yang dipandang sangat menguasai
pengetahuan Agama Islam. Raden Kagok Katalayah Nu Lencing Sang Seda Sakti,
dimakamkan di Taraju, Kabupaten Tasikmalaya yang mengusai ilmu kekebalan
"kewedukan". Ratu Ineng Kudratullah atau disebut Eyang Mudik Batara
Karang, dimakamkan di Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, menguasai ilmu
kekuatan fisik "kabedasan". Pangeran Mangkubawang, dimakamkan di
Mataram Yogyakarta menguasai ilmu kepandaian yang bersifat kedunawian atau
kekayaan. Sunan Gunungjati Kalijaga, dimakamkan di Cirebon menguasai ilmu
pengetahuan mengenai bidang pertanian.
3.2. Tata Letak / Lokasi Kampung Naga
Kampung
ini secara administratif berada di wilayah Desa
Neglasari,
Kecamatan
Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya,
Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga
tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut
dengan kota Tasikmalaya. Kampung
ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung
Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam
leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah
penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan
(Kali Wulan) yang sumber airnya berasal dari Gunung
Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya
ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya
26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya
harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda :
sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45
derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak
menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
Rumah-rumah
di Kampung Naga adalah semuanya beratap ijuk, dan menghadap ke arah kiblat.
Letaknya berjajar dari atas ke bawah, hingga dari jauh terlihat putih dan hitam
yang bertumpuk bagaikan tanaman jamur yang tumbuh subur.
3.3. Adat Istiadat dan Kebudayaan
Kampung Naga
3.3.1.
Kepercayaan
Penduduk Kampung Naga semuanya
mengaku beragama Islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka
juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya.
Artinya, walaupun mereka menyatakan memeluk agama Islam, syariat Islam yang
mereka jalankan agak berbeda dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi
masyarakat Kampung Naga dalam menjalankan agamanya sangat patuh pada warisan
nenek moyang. Umpanya sembahyang lima waktu: Subuh, Duhur, Asyar, Mahrib, dan
salat Isa, hanya dilakukan pada hari Jumat. Pada hari-hari lain mereka tidak
melaksanakan sembahyang lima waktu. Pengajaran mengaji bagi anak-anak di
Kampung Naga dilaksanakan pada malam Senin dan malam Kamis, sedangkan pengajian
bagi orang tua dilaksanakan pada malam Jumat. Dalam menunaikan rukun Islam yang
kelima atau ibadah Haji, mereka beranggapan tidak perlu jauh-jauh pergi ke
Tanah Suci Mekkah, namun cukup dengan menjalankan upacara Hajat Sasih yang
waktunya bertepatan dengan Hari Raya Haji yaitu setiap tanggal 10 Rayagung (Dzulhijjah). Upacara Hajat Sasih ini menurut kepercayaan masyarakat
Kampung Naga sama dengan Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri. Dapat kita saksikan sendiri, kultur Islam di Kampung Naga
yang berbeda sungguh amat sangat disayangkan, karena hal itu merupakan wujud
nyata penyimpangan terhadap Islam sebagai agama, terutama tentang paham
melaksanakan salat lima waktu hanya sehari dalam seminggu saja.
Menurut kepercayaan masyarakat
Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti
menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari
ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya
dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat
Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini
pasti akan menimbulkan malapetaka.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga
kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu
mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam ("leuwi").
Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang mengganggu
atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut "kunti
anak" yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang
meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan
tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh
masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget.
Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi
ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat
Kampung Naga.
Tabu, pantangan atau pamali bagi
masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam
kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas
kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak
tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya
tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian,
dan sebagainya.
3.3.2.
Bentuk Bangunan
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga
harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun
nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan
kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan
memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu
dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni.
Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok
atau gedung (gedong).
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan
perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai
daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung
Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar
melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu
menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
3.3.3.
Kesenian
Di bidang kesenian masyarakat
Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis
kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat,
dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian
yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan,
angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan,
sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan
generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak menonton kesenian
wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan
kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
Adapun pantangan atau tabu yang
lainnya yaitu pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Masyarakat kampung Naga
dilarang membicarakan soal adat-istiadat dan asal-usul kampung Naga. Masyarakat
Kampung Naga sangat menghormati Eyang Sembah Singaparna yang merupakan cikal bakal
masyarakat Kampung Naga. Sementara itu, di Tasikmalaya ada sebuah tempat yang
bernama Singaparna, Masyarakat Kampung Naga
menyebutnya nama tersebut Galunggung, karena kata Singaparna berdekatan dengan Singaparna
nama leluhur masyarakat Kampung Naga.
Sistem kepercayaan masyarakat
Kampung Naga terhadap ruang terwujud pada kepercayaan bahwa ruang atau
tempat-tempat yang memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh
kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang mempunyai batas dengan
kategori yang berbeda seperti batas sungai, batas antara pekarangan rumah
bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan dengan selokan, tempat air
mulai masuk atau disebut dengan huluwotan, tempat-tempat lereng bukit, tempat
antara perkampungan dengan hutan, dan sebagainya, merupakan tempat-tempat yang
didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas tertentu
tersebut didiami mahluk-mahluk halus dan dianggap angker atau sanget. Itulah
sebabnya di daerah itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan
"sasajen" (sesaji).
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga
terhadap waktu terwujud pada kepercayaan mereka akan apa yang disebut
palintangan. Pada saat-saat tertentu ada bulan atau waktu yang dianggap buruk,
pantangan atau tabu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang amat penting
seperti membangun rumah, perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu yang
dianggap tabu tersebut disebut larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya pada
bulan sapar dan bulan Rhamadhan. Pada bulan-bulan tersebut dilarang atau tabu
mengadakan upacara karena hal itu bertepatan dengan upacara menyepi. Selain itu
perhitungan menentukan hari baik didasarkan kepada hari-hari naas yang ada
dalam setiap bulannya, seperti yang tercantum dibawah ini:
a. Muharam (Muharram) hari Sabtu-Minggu
tanggal 11,14
- Sapar (Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1,20
- Maulud hari (Rabiul Tsani)Sabtu-Minggu tanggal 1,15
- Silih Mulud (Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10,14
- Jumalid Awal (Jumadil Awwal)hari Senin-Selasa tanggal 10,20
- Jumalid Akhir (Jumadil Tsani)hari Senin-Selasa tanggal 10,14
- Rajab hari (Rajab) Rabu-Kamis tanggal 12,13
- Rewah hari (Sya'ban) Rabu-Kamis tanggal 19,20
- Puasa/Ramadhan (Ramadhan)hari Rabu-Kamis tanggal 9,11
- Syawal (Syawal) hari Jumat tanggal 10,11
- Hapit (Dzulqaidah) hari Jumat tanggal 2,12
- Rayagung (Dzulhijjah) hari Jumat tanggal 6,20
Pada hari-hari dan tanggal-tanggal tersebut tabu
menyelenggarakan pesta atau upacara-upacara perkawinan, atau khitanan. Upacara
perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari dilaksanakannya
upacara menyepi. Selain perhitungan untuk menentukan hari baik untuk memulai
suatu pekerjaan seperti upacara perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan
lain-lain, didasarkan kepada hari-hari naas yang terdapat pada setiap bulannya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kampung Naga merupakan suatu
perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam
memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda.
Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian antropologi
mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan dari pengaruh
Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat.
4.2. Saran
Setelah
melihat kesimpulan diatas, pemerintah harusnya peka terhadap kondisi yang ada
di Kampung Naga, Tasikmalaya. karena bagaimanapun perkampungan ini merupakan
aset budaya bangsa kita yang harus dijaga dan dilestarikan. Setiap harinya,
hampir dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar